Kamis, 21 Agustus 2008

Obat Generik Makin Merana

Jawa Pos
Jumat, 25 Feb 2005

Pasien Enggan, Dokter Ogah
SLIPI -Obat generik semakin merana. Sampai saat ini, masih muncul keengganan menggunakan obat murah dari pemerintah ini. Anggapan obat generik tidak manjur dan minimnya informasi yang diperoleh masyarakat, menjadi salah satu penyebabnya.

Hal itu semakin diperparah dengan keengganan dokter menuliskan resep generik bagi para pasiennya. Padahal, di rumah sakit pemerintah sudah ada aturan yang mewajibkan dokter menggunakan obat generik bagi para pasiennya.

"Sayangnya, aturan itu tidak mempunyai efek hukum. Direkturnya tidak bisa menegur dokter yang memberikan resep non-generik," ujar Sudigdo Adi, anggota Komisi IX DPR RI di sela-sela seminar sehari Upaya Meningkatkan Ketersediaan Obat Generik yang Terjangkau Bagi Masyarakat di Rumah Sakit Kanker Dharmais, siang kemarin.

Menurut dia, aturan yang mewajibkan penggunaan obat generik di rumah sakit pemerintah hanya aturan tertulis tanpa sanksi tegas. "Jika dokter ndablek, paling hanya ditegur. Itu pun, direktur rumah sakit kalau mau mengeluarkan teguran harus izin menteri," imbuhnya.

Karena itu, anggota dewan dari Fraksi PDI Perjuangan ini menyarankan dokter yang enggan memberikan obat generic bagi pasiennya harus di beri sanksi tegas. "Kalau perlu keluarin aja," katanya penuh semangat.

Sebenarnya, pemerintah telah melakukan pemantauan penggunaan obat generik di rumah sakit. "Bentuknya seperti rapor bulanan. Secara berkala ada rapor dari para dokter tentang penggunaan obat generik. Ini terkait dengan kondite kerja mereka," terang Dirjen Pelayanan Farmasi dan Alat Kesehatan Krisna Tirtawijaya di tempat yang sama.

Hanya saja, mekanisme itu sejak beberapa tahun terakhir ini sudah tidak lagi digunakan. Pengawasan penggunaan obat generik di rumah sakit pemerintah saat ini dilakukan oleh Komite Farmasi yang ada di setiap rumah sakit. Sayangnya, pengawasan ini tidak di barengi dengan pemberian sanksi tegas. Akibatnya, biaya kesehatan yang harus di tanggung oleh masyarakat semakin mahal, karena jarang yang memakai obat generik.

"Selisih harga antara obat generik dengan obat paten terpaut jauh," ujar Dani Pratomo, direktur utama PT Indofarma, produsen obat yang secara khusus memproduksi obat generik. Menurut dia, perbandingan harga antara obat generik dan paten bisa mencapai 1 banding 4.

Dani mencontohkan perbandingan harga pada Amoxicilin ukuran 500 miligram. Generik bagi obat ini dipatok seharga Rp 323, sedang obat paten jenis yang sama Rp 2.250. Obat lainnya, Acyclovir 200 miligram Rp 671 (obat paten Rp 4.070), dan Ciprofloxacin Rp 864 (obat paten Rp 8.250). Harga jual obat generik itu akan semakin rendah jika diperuntukan pada pasien pemegang kartu Keluarga Miskin (Gakin).

Dani juga menolak keras anggapan masyarakat bahwa obat generik tidak memiliki daya sembuh yang bagus. "Obat generik di buat dari bahan yang sama. Hanya kemasannya saja yang membedakan antara obat generik dan paten," ujarnya.

Data terakhir yang ada di Departemen Kesehatan menunjukan, penggunaan obat generik tahun lalu hanya sebesar 10,4 persen dari total seluruh pasar obat di Indonesia. Total transaksi obat generik di Indonesia tahun lalu hanya sebesar Rp 2, 1 trilyun dari total pasar obat sebesar Rp 20 triliun.

Tidak ada komentar: