Rabu, 12 November 2008

apakah jalan pembangunan ekonomi kita sudah benar?

Pertanyaan yang perlu dijawab dengan hati2 , setelah 63 tahun merdeka ternyata cita2 kemerdekaan kita belum juga tampak horizonnya. Pada pasal 33 UUD'45 jelas tertera bahwa :
1. perekonomioan disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

2. Cabang cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara.

3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Ini bunyi sebelum dilakukan amandemen, setelah amandemen,ada tambahan 2 ayat sehingga berbunyi sbb :

4. Perekonomian diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan. Kemandirian sertadengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dengan undang - undang.

terlepas dari kontroversi tentang amandemen itu sendiri, maka ada baiknya dikaji benar pakah sistem perekonomian yang ada di Indonesia tercinta ini sudah mencerminkan kelima pasal dari UUD ' 45 itu ?

sebagai orang yang bukan ahli hukum dan bukan pula ahli dalam bidang ekonomi, maka saya ingin mengajak kawan pembaca tulisan ini untuk berdiskusi tentang sistem perekonomian dengan asas kekeluargaan yang dijelaskan dalam pasal- pasal tersebut hasil amandemen dikatakan perekonomian dibangun atas prinsip demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan berkelanjutan berwawasan lingkungan dan mandiri dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi.
Apa yang dimaksud dengan ekonomi berasaskan kekeluargaan yang mengikuti prinsip demokrasi ekonomi sudah ada di Indonesia?
Mohon disimak kenyataan yang ada, mulai dari adanya UU penanaman modal, UU MIGAS, dal lain sebagainya.Atau atas tindakan peemrintah yang memberikan hak eksklusif terhadap penanam modal sampai dapat menyewa tanah perkebunan sampai dengan 95 tahun merupakan contoh memanfaatkan kekayaan bagi kesejahteraan rakyat banyak ??
Adakah konsep kekeluargaan ?
apakah ada pertanda bahwa UU yang dibuat pada saat ini merupakan pengejawantahan dari ayat 2 dan ayat 3 ? Ekses yang terjadi adalah bahwa pada saat ini, bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya tidak lagi dengan tegas dikuasai negara dan untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat melainkan sekarang faktanya yang makmur hanya sebagian kecil orang yang di dalam hal ini adalah pemodal atau dalam kata lain kaum kapitalis.
Masih mendingan kalau mereka juga memperhatikan masalah lingkungan,bahkan sedikit demi sedikit sumber bahan mentah dan alat produksi pun sudah berpindah tangan kepemilikannya sudah di tangan asing. Mengerikan, bukan ?

Adanya desakan privatisasi, tentunya ini mengeliminer fondasi ekonomi berdasarkan kekeluargaan.
Efisiensi ?
lebih ngeri lagi, BUMN yang ada semua dianggap tidak efisien bila dilakukan oleh negara. Padahal tengok saja di tetangga kita PETRONAS menjadi pemain global yang tangguh, Singapore airlines Mendunia . Mengapa BUMN kita harus di jual ? Apa kekayaan negara yang ada di BUMN itu bukan milik rakyat ?
Mari kita renungkan bersama, sekarang setelah negara kapitalis yang paling kampiun di dunia ambleg gara2 krisis ekonomi, dinegara kita negara ( BUMN) disuruh membela pasar yang notabene bukan milik sebagian besar rakyat kecil. Inikah kebijakan yang berfihak rakyat banyak ?
Disini terjadi kenyataan bahwa rakyat disuruh nombokin kerugian kapitalis. He heee, fenomena apa yang ada didalam kepala para pemikir konsep ekonomi di negeri kita ini ?

Salam hormat
Sudigdoadi

Minggu, 09 November 2008

Aktualisasi Faham Kebangsaan dan Aplikasinya di Dalam Bidang Pendidikan Nasional

Pendahuluan
Pada awal abad ke 19, dunia pergerakan Asia mengalami suatu pasang, dan di tandai dengan kemenangan Jepang atas Rusia di perang laut selat Tsusima serta berbagai pergerakan di berbagai penjuru Asia untuk mencoba melepaskan diri dari pengaruh penjajahan baik di bidang politik, ekonomi dan kekalahan teknologi bangsa timur. Pada saat itu beruntung rumpun bangsa melayu yang merupakan penduduk terbesar di daerah yang pada saat itu dikenal dengan nama Hindia –Belanda, mendapatkan anugerah dari Sang Pencipta dan diberikan olehNya seorang bayi laki – laki lahir pada bulan Juni, tanggal 6 tahun 1901. Bayi kecil yang kemudian kita lebih mengenalnya dengan nama SUKARNO. Beliau sekarang yang saya kenal sebagai bapak Marahenisme.

Dasar Pemikiran Marhaenisme
Dasar pemikiran Marhaenisme, tidak dapat tidak harus ditelusuri dari evolusi dan biografi pemikiran Soekarno, teristimewa tulisannya pada “Suluh Indonesia Muda” tahun 1926 berjudul “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme” (DBR, 1963) Di sini tampak jiwa sinkretis dari seorang pemuda yang kita kenal dengan nama Sukarno, beliau tidak mencari perbedaan ideologik dan wacana pemikiran akan tetapi mencari persamaan atau sintesa agar dapat digunakan sebagai senjata bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan. Pemahaman Sukarno terhadap Nasionalisme, beliau katakan bahwa adalah paham yang mengutamakan kepentingan nation (bangsa). Sedangkan bangsa, difinisi yang beliau anut adalah Ernest Renan (1882): adalah kelompok masyarakat yang memiliki keinginan untuk bersatu. Persatuannya didasarkan persamaan nasib, pengalaman, bukan karena ras, bahasa ataupun agama.
Pandangan Sukarno muda terhadap agama yang ia peluk, Penggunaan agama sebagai ruh pergerakan beliau adaptasikan dari pemikiran pemikir Islam yang merupakan jiwa atau roh dari gerakan kaum islam di Asia yang melawan penjajahan bangsa kulit putih. Faham yang merupakan aktualisasi faham Islam yang menghendaki penyebaran rakhmatill alamin. Suatu paham perlawanan para pendekar Islam seperti Sheikh Muhammad Abdouh dan Sajid Djamaluddin El Afghani dari Pan Islamisme terhadap imprialise barat (1896)
Sedangkan faham kaum materialis yang kulminasi pemikiran di akhir abad 19 di pelopori oleh Karl Marx, beliau tidak menolaknya secara total . Oleh karena Marxisme adalah suatu bentuk sosialisme yang didasarkan pada pertentangan golongan dan kelas, maka beliau katakan di Indonesia tidak ada pertentangan kelas tetapi pertentangan bangsa indonesia kepada kaum penjajah. Sehingga beliau hanya mengggunakan metoda pemikiran sejarah materialisme sebagai alat analisa mengapa bangsa kita ini menjadi terpuruk, dan faham beliau ini mengilhami bangsa indonesia untuk mengenyahkan penjajah. Bahwa perbaikan nasib buruh kalau di Eropa merupakan hasil perjuangan mereka melawan kelompok menengah ( bojuis) suatu perlawanan yang muncul karena kulturdasar, sifat dan keadaan sosial mereka yang berbeda. Kaum kapitalis Di Eropa dan Amerika berbeda kondisinya dengan situasi yang dihadapi di dalam perjuangan kaum marhaen di Indonesia.
Perbedaan utama kita adalah kaum yang sangat menjunjung tinggi IMAN, dan kaum marhaen di Indonesia mempunyai hak pribadi atas alat produksi. Perbedaan yang kedua adalah bahwa penduduk di lingkungan NUSANTARA sejak sebelum masehi mereka sudah mengenal tuhan mereka dan mereka sadar dan yakin bahwa kehidupan ini terjadi karena adanya tuhan sang maham PENCIPTA. Sikap bertuhan ini kemudian semakin mengental dan meningkat keimanan mereka setelah kedatangan agama Islam di Indonesia yang dimulai sejak zaman pemerintahan di Samudera Pasai di awal abad XI dan sampai saat ini Islam merupakan agama yang di peluk oleh sebagian besar bangsa Indonesia. Sedangkan agama Nasrani di Eropa pada saat terjadinya revolusi industri justru dipakai sebagai alat penindas rakyat oleh penguasa. Ini merupakan perbedaan mendasar karena sejak awal keberangkatan perjuangan kemerdekaan ini dilandasi keyakinan bahwa Allah menciptakan manusia di bumi sebagai mahluk yang harus berbakti kepadaNYA dan perjuangan bangsa Indonesia dilandasi oleh semangat menentang de – islamisasi oleh orang kulit putih. Bahkan ada yang secara tegas mengatakan perjuangan melawan kaum penjajah yang berkulit putih itu perang jihad.
Sebagai seorang yang sangat sadar pentingnya rasa kesatuan dan persatuan, Sukarno melihat ada tiga faham yang dapat di jadikan alat perjoangan mencapai Indonesia merdeka. Nasionalisme, Islamisme adan Marxisme. Disini ia dengan sangat berani mencoba menggurui kaum pergerakan pada saat itu dengan mencarikan titik dasar persamaan kepentingan yaitu INDONESIA MERDEKA. Bahwa tanpa persatuan dan Kesatuan tidak mungkin kita merdeka, sedangkan kaum pergerakan terpecah menjadi tiga golongan besar sebagaimana telah disinggung diatas.

Marhaenisme versus komunisme
Marhaenisme merupakan hasil pemikiran yang jenius dari BK ( Bung Karno) setelah ia menjalani “kontemplasi internal ideologis” di dalam pengembaraan ilmiahnya mencari resep atau formula memperjuangkan nasib bangsa Indonesia yang dipermiskin dan diperalat oleh sistem kolonialisme –imperialisme agar dapat kembali menikmati harkat dan hakekat suatu bangsa yang madiri berdaulat adil, makmur sejahtera. Mengalami saya katakan ini sebagai puncak pemahaman BK di dalam pengembaraan pencarian filsafatinya atau pengembaraan ideologisnya ? Karena dengan kontemplasi itulah lahir suatu karya pemikiran (idea) yang besar yang beliau gunakan sebagai azas dan pola perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan.
Sampai saat ini setelah 35 tahun pasca G-30-S / PKI yang membuat kemelut di dataran politik Indonesia stigma kaum marhaenis disetarakan dengan kaum komunis sungguh mengganggu perjuangan kaum marhaenis, karena mereka menjadi kaum yang harus baik sadar maupun tidak sadar dipinggirkan. Hembusan ini tidak lepas dari ketakutan bangkitnya nasionalisme ajaran Sukarno. Hal ini karena kawasan nusantara ini sangat penting bagi garis hidup matinya kaum pemodal multi nasional yang di komandani oleh Amerika ( cq kaum yahudi pemodal ). Selama hampir 40 tahun bangsa Indonesia jadi anak manisnya kaum pemodal, digerojog dengan hutang dengan dalih bantuan, dan pelan pelan kita terjerat oleh lintahnya kaum penjajah ekonomi. Indonesia khususnya dan Asia Tenggara pada umumnya adalah ladang pasar dan ladang bahan baku bagi kelangsungan industri mereka. Namun di dalam hempasan badai orde baru yang tidak menghendaki ajaran Sukarno besar itu ternyata masih banyak orang yang yakin bahwa marhaenisme itu bukan komunisme dan merupakan obat mujarab bagi kebangkitan bangsa di masa sulit ini. Dan orang – orang tersebutlah yang berjuang baik sendiri maupun bahu membahu mencoba memelihara marhaenisme yang diajarkan sang guru bangsa.
Marhaenisme adalah suatu ajaran yang digunakan untuk melawan penjajahan bangsa oleh bangsa lain ( la exploitation de la nation par nation ) kalau di Indonesia ajaran yang Intinya adalah suatu keinginan untuk menyatukan rakyat melawan imperialisme ( DBR, 253-254). Sukarno membedakan dengan komunisme dengan jelas, intinya adalah marhaenisme bukan sosialisme yang menggambarkan masyarakat impian tanpa kelas seperti yang selalu di dengungkan sebagai dogma dasar kaum komunis. Akan tetapi masyarakat yang sejahtera lahir dan batin yang masih menghormati hak pribasi atas kekayaan materi. Kalau Marx mengajarkan kepada pengikut : bukan budi dan akal manusia yang menentukan keadaan suatu benda, bahkan sebaliknya keadaan sekeliling menentukan budi akal sebaliknya Sukarno mengajarkan ETIKA yang dilandasi dengan IMAN kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan mohon di catat bahwa Karl Marx embahnya kaum komunis itu meletakkan dasar pemikiran hanya kepada kebendaan. Faktor immaterial dianggap tidak ada dan tidak berpengaruh sedangkan kesejahteraan batin erat kaitannya dengan masalah non materiel. Harga materi ditentukan oleh besaran kerja, dan masyarakt tanpa kelas yang akan menghilangkan hak kaum pekerja. Pemerintahan yang kemudian mencontoh dogma ini, Uni Soviet misalnya ternyata gagal di dalam mencoba menjalankan dogmanya. Faktor kegagalan itu yang utama adalah karena manusianya tidak merasa di manusiakan, sehingga tidak ada rasa memiliki.
Saat ini penulis ingat tulisan BK yang membedakan materialisme sebagai jalan filsafati ( Wisjgerig materialisme), dan histori materialisme sebagai ilmu. Mengapa hal ini penulis sampaikan karena menurut BK, perlu pula seorang marhaenis itu. Di dalam pengertian materialisme sebagai jalan filsafati dikatakan mempelajari hubungan antara materi dan pikiran (denken) sedang histori materialisme sebagai ilmu mempelajari mengapa terjadi perubahan kebendaan di dalam kehidupan ini (proses) . Sedangkan keadaan kita sehari hari jelas menunjukan adanya premis yang mendukung adanya keterpenuhan manusia akan benda benda ( Materi) bukan menjadi semakin cukup hidupnya akan tetapi semakin ia akan menjadi kekurangan karena jiwanya masih lapar karena hanya mengikuti nafsu kebendaan saja. Manusia di dalam kehidupannya perlu di MANUSIAKAN. Harga diri, rasa aktualisasi dan kebanggaan akan eksistensi pribadi pribadi merupakan ruh pergerakan kaum marhen, karena Marhaenis memperjuangkan manusia bukan sistemnya. Disini titik dasar perbedaan antara marhenisme dengan apa yang di inginkan oleh kaum komunis.
Selain itu dengan menelaah tulisan BK, kita dapat mengerti bahwa rupanya BK bukan penganut filsafat materialisme akan tetapi mempelajari sejarah kenapa terjadi perubahan atas gerak materi di dalam masyarakat ( histori materialisme) dan ini barangkali sekarang yang kita kenal dengan ilmu menejemen ekonomi atau ekonomi makro ( penulis ?) dan ini harus dikuasai oleh seorang penganut pemikiran Sukarno. Selain itu masih banyak hal yang lain yang secara fundamental sangat berbeda. Di dalam pidato Lahirnya Pancasila faham sosio nasionalisme dan sosio demokrasi yang baru diilhami adanya etika oleh beliau di tingkatkan dengan penambahan sila Ke Tuhanan Yang Maha Esa.
Hal ini kalau kita simak penulisan BK sejak halaman pertama sampai terakhir maka suatu benang merah atau jalinan pola pikir teoritik yang ia coba kemukakan kepada bangsanya. Sebagai contoh faham kebangsaan ( Nasionalisme ) BK adalah nasionalisme yang mementingkan sinergi dengan faham lain bukan suatu faham nasionalisme yang chauvinistik. Beliau mengutip Gandi: Bagi saya cinta tanah air ( nasionalisme ) yang saya anut adalah memasukkan cinta kepada manusia ( humanisme), saya seorang patriot oleh karena saya manusia dan bercara manusia (etika). Demikian pula beliau mepelajari pemikiran pemikir Islam yang besar di dunia. Dengan mempelajari konsep Pan Islamisme dari dua orang pendekar pergerakan Islam yaitu Sheikh Mohammad Abdouh ( Rektor Al-Azhar) dan Sayid Djamaludin al Afghani beliau melihat bahwa nasionalisme Indonesia haruslah nasionalisme yang menerima internasionalisme Islam . Dari konsep itu kemudian beliau jadikan socio nasionalisme . Satu faham yang merupakan sintesa nasionalisme, internasionalisme, humanisme dan etika serta IMAN. Sungguh satu perjalanan idea yang lancar dan tajam.
Kembali pada sejarah pergerakan BK yang melahirkan partai Nasional Indonesia, di dalam situasi krisis PNI ( Partai Nasional Indonesia) pada saat itu berdiri dengan tuntutannya : Indonesia merdeka sekarang juga! Untuk itu, satu-satunya jalan adalah : PERSATUAN dan KESATUAN . Untuk itu maka ia menghimpun seluruh pergerakan politik pada saat itu dan gerakan untuk bersatu tanpa membeda-bedakan agama maupun bahan politik berhasil sehingga pada 17 Desember 1927, PNI bersama-sama Sarekat Islam Dan PSI mendirikan PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia). Dari penggalan sejarah tersebut terlihat dengan jelas benang merah yang mengikat Sukarno, PNI, dan paham kebangsaan. Paham kebangsaan ini yang dijabarkan Soekarno sebagai sosio-nasonalisme dan sosio-demokrasi, suatu istilah yang diciptakannya sendiri untuk menjelaskan hubungan segitiga kebangsaan demokrasi dan kerakyatan.
Di suatu masa hingar bingarnya politik di Indonesia, pernah ada usaha yang dilakukan sekelompok tertentu berusaha membuat kelompok marhaenis itu tampak lebih keiri-kirian atau lebih revolosioner, pernah dikembangkan suatu definisi yang menyatakan bahwa Marhaenisme adalah Marxisme yang disesuaikan atau diterapkan di sesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Sungguh suatu penyimpangan yang luar biasa. Karena Sukarno di dalam suluh Indonesia tahun 1927 tidak pernah menyatakan bahwa nasionalisme itu identik dengan Marxisme, akan tetapi nasionalis dapat berdampingan dengan kaum marxis di dalam usaha mencapai INDONESIA MERDEKA. Dan Syukur Alhamdulilah, definisi terakhir itu secara formal hilang dari wacana politik Indonesia setelah PKI gagal melakukan revolusi tahun 1965 dan MPR(S) melarang penyebaran ajaran Marxisme dan Leninisme. Rumusan Marhaenisme identik dengan Pancasila, Marhaenisme adalah Pancasila atau setidak-tidaknya Marhaenisme inherent dalam Pancasila lebih banyak diterima daripada rumusan Marhaenisme merupakan penerapan Marxisme disesuaikan dengan situasi di Indonesia.

NASIONALISME DI DALAM REFORMASI PENDIDIKAN
Secara konseptual nasionalisme Sukarno adalah nasionalisme yang bersifat Kesadaran nasionalisme yang berperikamanusiaan, konsep ini di lahirkan sejak tahun 1930-an dan ternyata arus besar ideologi dunia saat ini secara luas dapat dan sesuai dengan konsep tersebut. Di dalam hal ini maka dapat kita lihat bagaimana Sukarno bertindak menjadi seorang filsuf ilmu politik. Nasionalisme seperti itulah nasionalisme Indonesia, sosio-nasionalisme. Nasionalisme cap Indonesia, mudah-mudahan tidak terjerembab menjadi chauvinisme yang dengan dalih demi bangsa, bangsa lain harus tunduk kepadanya. Bukan nasionalisme Arian ala Hitler yang rasis. Bukan nasionalisme-etno sentris seperti negara-negara CIS (Commonwealth of Independent State) yang merupakan kepingan-kepingan Uni Soviet. Bukan nasionalisme-polisional ala Amerika Serikat yang begitu gatal menerjunkan angkatan perang bila dirasa ada “pelanggaran HAM dan demokrasi” di negara tetangga. Di sisi lain, nasionalisme adalah suatu faham yang mengutamakan keunggulan suatu bangsa. Keunggulan itu tentu saja bukan dimaksudkan untuk mendominasi bangsa lain, namun untuk tampil sejajar dengan bangsa-bangsa lain dalam konteks kesejagadan. Kehidupan antar bangsa (nation) dalam era global ditandai oleh kompetisi dan sekaligus kooperasi, karena pada hakikatnya tiada suatu bangsa hidup mengisolasi diri di balik tirai bambu bahkan tirai besi sekalipun. Bangsa-bangsa hanyalan subsistem dalam kesadaran kemanusiaan, mereka saling berinteraksi, saling membutuhkan, saling tergantung satu sama lain, itulah interdependensi. Mengapa kita harus berusaha dan berdoa, mudah-mudahan nasionalisme cap Indonesia tidak terdegradasi? Karena tanda-tanda itu ada sekarang ini. Contoh konkritnya: provinsi-provinsi ingin menjadi negara bagian. Yang lebih gila: ia ingin jadi negara yang berdaulat tanpa melihat sejarah dari pembentukan NKRI, sehingga apa yang diperjuangkan dengan susah payah menjadi hilang dan dinihilkan. Mengapa nasionalisme Indonesia, sosio-nasionalisme, bisa mengalami surut yang demikian hebat ? Penyebab-penyebabnya bisa diidentifikasi sebagai berikut:
Adanya ketidak seimbangan di dalam melakukan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, Dominasi politik ekonomi antara militer, Golkar, birokrat, pengusaha, yang gampangnya disebut ORBA, terhadap semua infra maupun suprastruktur politik/ekonomi dan penggunaan sistem kapitalisme yang mematikan daya hidup rakyat (local genius) dan menciptakan kultur KKN yang kuat di seluruh negeri.

Semua sebab-sebab itu menciptakan sentimen anti Soeharto, anti ABRI, anti golkar, anti konglomerat, anti Jakarta, anti Jawa, dan last but not least anti Republik bahkan anti Pancasila. Mengapa demikian ? Hal ini disebabkan adanya penindasan oleh penguasa dan keuasaan yang sebangun dengan kekuatan untuk menguasai hajat hidup rakyat itu cenderung korup (“Power tends to corrupt, absolutely power tends to corrupt absolutely.”) Rumusan klasik itu bukan tidak dimengerti orang Jakarta, tapi mereka merasa kekuasaan itu enak. Mereka lupa bahwa yang dikuasai tidak enak, apalagi kalau dikuasai, dikangkangi, ditindas, diperkosa terlalu lama. Jadi ada yang kurang pada penerapan nasionalisme Indonesia, yaitu kurang sosio-demokrasi. Apa yang dimaksud dengan sosio demokrasi ? Sosio demokrasi adalah suatu faham yang yang secara singkat mengatakan bahwa demokrasi politik juga harus diikuti demokrasi ekonomi sehingga menghasilkan suatu resultante kesejahteraan sosial yang baik bagi seluruh warga masyarakat. Tidak seperti penerapan demokrasi yang berjalan dengan sistem kapitalisme pada saat yang baru lalu, dengan akibat timbulnya konglomerasi dan kemajuan ekonomi dan kesejahteraan hanya dinikmati sebgian kecil masyarakat. Masyarakat luas hanya bisa mengelus dada karena akibat pembangunan yang seharusnya dinikmati oleh rakyat, tetapi ternyata hanya dinikmati para kaum sekeliling penguasa. Akibat yang serius adalah adanya rasa ketidak adilan, dan karena merasa tidak mempunyai daya mendorong rakyat mencari keadilan dengan cara mereka sendiri. Misalnya dengan melawan tim Tramtib di Jakarta, buruh membakar gedung DPRD. Habis ‘gimana lagi? Tidak ada keadilan. Kata the man on the street, nasionalisme bukanlah sesuatu yang given atau by design, ia adalah dinamis dan harus terus dipelihara. Nasionalisme seperti cinta, yang harus terus dibina, dipupuk dan dijaga. Ia perlu give and take. Jika penguasa maunya taking dan rakyat harus giving melulu, maka nasionalisme akan layu dan mati.
Nasionalisme haruslah kesadaran dan kehendak dari semua untuk bersatu dalam satu nation-state. Bung Karno berkata, “Masing-masing harus memberi bunga pada sanggul ibu pertiwi. Tetapi jika satu kelompok hanya mau merampok, maka kelompok yang dirampok pasti mempertahankan hak-haknya, bagaimanapun caranya.” Begitulah asal muasal terjadinya konflik. Bila terus berlanjut, nasionalisme bisa sakit bahkan mati. Itu yang diprediksi Kenichii Ohmae, dia mengatakan negara kebangsaan akan berakhir dalam bukunya “The End of Nation State”.
Jika suatu bangsa diibaratkan sebagai suatu tubuh (teori organisme), maka sakitnya bangsa bersifat kolektif. Seperti Nabi Muhammad SAW yang berpesan agar sesama muslim saling merasakan penderitaan saudaranya. Begitu juga bangsa Indonesia, hendaknya kita merasa sakit jika saudara-saudara kita menderita, dan bersama-sama mengatasinya. Begitulah yang terjadi pada organisme tubuh, jika infiltran memasuki tubuh, ia segera bereaksi secara refleks, berkedip, bersin bahkan ia memunculkan antibodi dalam tubuh. Dalam konteks seperti itulah reformasi hendak diletakkan dalam tulisan ini.
Di dalam hal ini penulis ingin mengatakan bahwa cita cita perubahan itu bukan baru timbul sekarang, akan tetapi akan selalu ada dan timbul apabila manusia itu melakukan suatu dinamika juang yang hidup. Perubahan kearah yang lebih baik, bukan perubahan menjadi lebih buruk. Sukarno memberikan istilah revolusi bukan hanya reformasi yang maksud itu adalah suatu keinginan berubah yang seiring dengan gerak revolusi manusia dan kemanusiaan Revolusi adalah the rising demand of mankind. Jadi revolusi pada saat ini hendaknya dilihat sebagai suatu reaksi terhadap ketidaknyamanan yang terjadi pada pembangunan nasional bangsa Indonesia. Reformasi sekarang ini mungkin merupakan euphism atau penghalusan agar tokoh sekarang tidak merasa digurui oleh Sukarno.
Secara harfiah mungkin maksud reformasi adalah memngubah bentuk ( reform ) yang sebenarnya adalah suatu reaksi terhadap penyelewengan penguasa konsep pembangunan dan strategi pembangunan bangsa yang dilakukan sejak 1966 sampai sekarang ini baru dapat dilakukan koreksi sedikit demi sedikit. Pada saat ini tuntutan reformasi sekarang ini ingin merubah bentuk beberapa hal fundamental bangsa, yang perubahan itu meliputi : (1) Mengamandemen UUD 45; (2) Mencabut dwifungsi ABRI; (3) Peradilan bagi pelaku KKN era Soeharto dan Habibie; (4) Peradilan terhadap pelanggaran HAM era Soeharto dan Habibie; (5) Desentralisasi, otonomi daerah seluas-luasnya; (6) Reformasi agraria, (7) Reformasi sistem perburuhan. Dan yang terakhir adalah reformasi di dalam bidang pendidikan. Tujuan reformasi itu sungguh mulia , namun juga harus disadari kemungkinan terajdinya perubahan yang tidak terkendali atau UNCONTROLED REFORMATION.

PENDIDIKAN NASIONAL
Walaupun sudah lebih dari setengah abad Indonesia merdeka, dan kemerdekaan itu dilandasi dengan idealisme untuk mencerdaskan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat di seluruh tumpah darah Indonesia, namun demikian ternyata bahwa impian itu masih jauh dari kenyataan. Menurut hemat penulis, masalah peningkatan kesejahteraan sangat erat dengan tingkat kemampuan suatu bangsa di dalam meningkatkan harkat dan martabat mereka, dan kemampuan itu pada dasarnya dimulai dari bidang pendidikan. Demikian pula harkat dan martabat suatu bangsa sangat tergantung pada tingkat kemampuan yang di dapat dari pendidikan, serta kesejahteraan yang dicapainya.
Mutu pendidikan Indonesia secara umum masih sangat rendah, baik dibandingkan sesama negara ASEAN maupun dengan dunia pada umumnya. Sebagai ilustrasi mutu tenaga kerja atau SDM di Indonesia menurut UNESCO adalah peringkat 109, sedangkan negara terdekat Malaysia mempinyai peringkat 59 dan Brunei mempunyai tingkat 32. Sedangkan mutu pendidikan tingginya Indonesia pada peringkat 119 dan masih harus prihatin karena berbagai hambatan yang ada. Apabila alasan kecilnya anggaran ini disebabkan tidak adanya dana, maka perlu dipikirkan penghematan disegala bidang untuk meningkatkan anggaran pendidikan tersebut.


Filosofi dasar pendidikan di Indonesia yang akan dibangun dimasa datang

Masalah pokok dibidang pendidikan adalah menjawab tantangan masa depan bangsa di masa datang. Tantangan itu harus diidentifikasi sedemikian rupa, dan solusinya dituangkan di dalam kebijakan pendidikan. Bagaimana bentuk pendidikan di masa datang dan apa yang dimaksudkan dengan pendidikan, serta bagaimana pendidikan dapat dirasakan oleh seluruh warganegara Indonesia merupakan pertanyaan pokok yang harus diuraikan secara jelas untuk dapat dipecahkan dan merancang sistem pendidikan yang arahnya jelas, hasilnya bagus dan merata. Di dalam hal ini maka hasil akhir dari pendidikan sebagai suatu proses adalah produk lulusan suatu program pendidikan. Mutu produk itu sangat ditentukan oleh kesesuaian hasil pendidikan dengan kebutuhan masyarakat pengguna hasil pendidkan tersebut.

1. Masalah komitmen masyarakat dan pemerintah terhadap pembangunan sistem pendidikan
Di dalam hal ini ada tiga asumsi dasar yang perlu digaris bawahi, yaitu pengajar anak didik dan sarana pendidikan. Hubungan yang harmonis ketiga faktor tersebut akan sangat menentukan keberhasilan pendidikan di masa datang. Hubungan guru dan anak didiknya di Indonesia saat ini masih sangat paternalistik, apakah model seperti ini masih dapat dipertahankan di dalam era globalisasi informasi ? Komitmen pendidikan yang ada pada saat ini dapat dilihat dari bagaimana pemerintah dan para wakil rakyat memperhatikan anggaran pendidikan bagi seluruh rakyat. Pada saat ini anggaran pendidikan rasanya belum pernah lebih dari 5 % APBN. APBN tercapai 20 % setelah terjadi perdebatan panjang dan akan di realisasi pada tahun 2009. Bandingkan dengan Malaysia yang kurang lebih 20 %, USA yang sampai saat ini terus menganggarkan peningkatan biaya pendidikan. Beruntunglah pada masa pemerintahan presiden Megawati, porsi pendidikan mendapat perhatian yang bagus, tampak di dalam pidato pengantar RAPBN tahun 2002 anggaran pendidkan di Indonesia untuk pertama kalinya tercantum lebih dari 20 %. Langkah yang dianjurkan adalah :
a. Prioritas pendidikan merupakan prioritas utama di dalam penyususunan APBN
b. Penghematan di semua sektor pengeluaran misalnya gaji para direktur BUMN, para menteri dan pejabat lainnya, mobil dinas yang mewah dlsb.
c. Sentralisasi sistem perundangan dan pelaksanaan sistem pendidikan di bawah DIKNAS. Ada yang masih dapat diperkecualikan adalah pendidikan Militer dan polisi . Apakah pedidikan formal bagi DEPAG masih perlu otonomi maka perlu dilakukan kajian lebih lanjut.
d. Meningkatan peran masyarakat di dalam menyelenggarakan pendidikan
e. Mengurangi campur tangan badan non edukatif yang mencampuri masalah pendidikan.


Sistem manejemen pendidikan yang masih dualistik dan tidak terpadu
Masalah utama di dalam proses pendidikan adalah mutu dari para staf pengajar ( guru/ dosen) nya. Sistem menejerial di dalam sistem pendidikan masih perlu diperbaiki, sehingga dapat meningkatkan mutu hasil pendidikan dengan menggunakan sarana prasara yang ada.
Masalah pemerataan pendidikan dan mutunya, merupakan masalah yang cukup besar dan rumit, namun demikian secara ideal maka mutu dan pemerataan ini sebaiknya berjalan sinkron. Artinya kebutuhan akan mutu produk yang dituntut oleh masyarakat haruslah pas. Mutu yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi aset di dalam menghadapi persaingan global di masa datang. Suatu sistem untuk meningkatan kemampuan guru perlu difikirkan mengingat bahwa :
a. Perlu adanya pelatihan pra jabatan dan pelatihan di dalam sistem didaktik
b. Pelatihan durante labora ( di dalam masa kerja, untuk peningkatan jenjang karier)
c. Sistem pemenuhan kesejahteraan guru atau sistem imbalan yang berdasarkan prestasi.

Sistem kendali mutu pendidikan yang tidak jelas
Hal ini tampak di dalam hasil pendidikan yang tidak merata, misalnya antara sekolah favorit dan non favorit, kemudian berbedanya mutu hasil lulusan antar provinsi dan lain sebagainya. Masalahnya adalah kegamangan guru di dalam menjalankan tugas karena rewarding sistem ( penggajian) guru yang sampai saat ini tidak memadai. Sehingga timbul masalah yang lain yaitu bahwa pendididikan yang seharusnya mencakup competence, conscience dan compassion masih jauh dari harapan.
Hal tersebut terlihat dari :
1. Materi kurikulum yang sangat mengedepankan fungsi kognitif, dan materi ajar terutama IPS masih tumpang tindih.
2. Materi IPA belum mengacu pada prasyarat untuk mempelajari suatu bidang kajian.
3. Kesulitan lintas bidang pembelajaran
Kemudian masalah yang lain adalah bahwa sistem pendidikan kita telah kehilangan kesempatan mengasah nurani, kepedulian dan ketrampilan tangan para siswa. Jalan keluar dari masalah ketiga ini adalah kegiatan ekstra kuriukuler, namun kegiatan ini terhambat karena kekurangan waktu, pembimbing, tempat dan prasarana lain serta dana.

Kesalahan kebijakan.
Jika DPR dan presiden memutuskan bahwa anggaran pendidikan itu rendah maka secara logika representasi bisa mengatakan bahwa bangsa Indonesia dalam melihat dunia pendidkan memang baru sebegitu. Realitas itu juga menunjukkan apresiasi bangsa Indonesia terhadap pendidkan bukan merupakan modal dasar pembangunan bangsa . Padahal disis lain diakui oleh sebagaian besar bangsa di dunia yang maju bahwa pendidkan adalah modal dasar yang paling strategis di dalam usaha membangun bangsa dan negara. Masalah isi materi ajar di dalam pendidikan dasar Di dalam hal ini selain murid terlalu banyak materi yang tumpang tindih, maka perlu dikaji ulang suatu materi ajar untuk menumbuhkan pribadi bangsa di masa datang yang berkepribadian di dalam kebudayaan , mandiri di dalam bidang ekonomi dan sehingga dapat secara bebas Aktif menentukan puilihan hidupnya sebagai bangsa yang bermartabat, berdaulat dan merdeka.

Mandeknya reformasi pendidikan
Reformasi baik di dalam bentuk reformasi model pendidikan ( paradigma pendidikan ) dan juga reformasi implementasi sistem pendidikan. Model pendidikan yang sentralistik sulit di revisi.. Salah satu cara belajar siswa aktif yang di tahun 80-an diperkenalkan ternyata tidak mampu mengubah wajah hasil pendidkan kita. Sebaliknay asekarang pemikiran bahwa siswa merupakan subyek pendidikan dengan metode Quantum Learning , Learning Revulotion yang memadukan pendidikan bagi IQ,EQ,SQ dan AQ belum berjalan. Konskewensi rendahnya anggaran dengan jelas tampak pada munculnya kelas besar dengan jumlah siswa yang semakin padat. Akikbatnya mengurangnya kesempatan meningkatkan kreatifitas siswa apalagi pembentukan karakter. Selain itu anggaran rendah juga beriimplikasi menurunnya sarana penunjang belajar ( perpustakaan, praktikum dlsb).
Apabila kita mementingkan transfer of knowlegde dan bukan transfer of value and skill, maka dimasa datang bangsa Indonesia akan terjebak menjadi bangsa yasng kurang atau tidak berkarakter kebangsaan dan kemanusiaannya dan selanjutnya akan berkembang menjadi anarkis dan materialis. Padahal bangsa yang besar adalah bangsa yang berkarakter kokoh, berbudi pekerti luhur dan berwatak jelas. Apa yang terjadi pada generasi 20 tahun yang akan datang apabila reformasi pendidikan tidak dijalankan pada saat ini ?

Masalah guru dan Tatacara pembelajaran yang sudah ketinggalan jaman
Gagasan perbaikan sistem dan pelaksanaan pendidkan sudah banyak di tulis di dalam koran atau majalah ilmiah pendidikan, namun demikian setelah Bangsa Indonesia terbelit dengan kesulitan ekonomi ternyata semakin terasa bahwa gagasan itu masih berupa gagasan saja.
Ada beberapa kesalahan yang dapat ditengarai misalnya saat ini sikap guru pada umumnya adalah bersikap sebagai pengajar padahal seharusnya guru adalah pendidik, hal ini karena profesi guru belum dihargai sewajarnya. Penghargaan pada profesi guru masih sangat rendah. Hal ini berakibat input guru mengurang dan diisi oleh calon guru yang bukan calon terbaik, calon guru merupakan input seadanya dari para siswa.

Pada pelaksaaan kegiatan guru menjadi robot pelaksana dan instrumen mencapai target hasil pendidikan. Karena itu perbaikan pendidikan harus merupakan political will dan national concern bagi seluruh bangsa Indonesia, terutama pada tingkat pengambil kebijakan apakah itu DPR, atau Eksekutif. Akibat selanjutnya karena tidak adanya koordinasi program nation and character building maka rasa memiliki negara dan bangsa Indonesia semakin menipis. Ini merupakan tanggung jawab kita bersama.


Bandung 9 November 2008
Prof. H.DR.Sudigdoadi, dr. SpKK(K)

Tingkat Kesehatan dan Flu Burung

Hari hari ini sejak empat tahun yang lalu kita selalu diganggu dengan berita kematian oleh karena " epidemi flu burng "
Yang menjadi pertanyaan ini issue poltik atau kesehatan atau issue ekonomi global menggunakan penyakit sebagai monster?
Walaupun kematian ok infeksi flu burung di dunia dikawatirkan dan terjadi di banyak negara, namun dibandingkan dengan problem kesehatan kita di Indonesia maka secara angka sebenarnya perlu dipertimbangkan lagi penyiaran tentang penyakit flu burung itu agar masyarakat tidak menjadi terserang rasa cemas yang berlebihan.
Bayangkan saja misalnya angka kematian bayi pada saat dilahirkan di Jawa barat saja kurang lebih 35 sd 40 bayi meninggal setiap 10.000 kelahiran.berapa bayi yang baru lahir dan meninggal dunia setahun ? kemumungkinan besar penyebab kematian adalah faktor ketidak tahuan, faktor sarana dan prasana kesehatan terutama di daerah pinggiran.artinya menyangkut pendidikan, dan penataan sistem kesehatan di tanah air perlu dibenahi, jangan hanya membenahi tingkat pendidikan dasar saja. Ini problem yang cukup menakutkan, seandainya di Jawa barat atau di Indonesia ini ada sejuta kelahiran / tahun , maka artinya ada lebih dari 35 sd 40 ribu kematian bayi baru lahir / tahun. Apakah ini bukan tragedi nasional ?
Sementara sampai saat ini, infeksi oleh karena virus memang belum ada obbatnya. Membuat vaksin perlu virus spesifik dari tempat asal penyakit. Artinya secara awam maka flu burung di indonesia ya harus di vaksinasi dengan jenis virus yang menyerang indonesia. Usaha itu ( pembuatan vaksin ) kok belum ada tanda2 dimulai, padahal kita diserang flu burung sudah 4 tahun. OK- lah kalau vaksin buat manusia belum memungkinkan karena harus ada tahapan riset yang njlimet, bagaimana usaha membuat vaksin untuk usaha peternakan ayam misalnya ? Bukankah harus dimulai? berapa US $ yang harus dibuang untuk membeli vaksin flu burung di dalam rangka memberantas flu burung yang menyerang ayam misalnya ?
Dalih bahwa kita kurang tenaga ahli , perlu dipertanyakan sebab kita punya IPB, UGM yang mempunyai fakultas peternakan yang cukup handal. Kalau bicara prsarana belum ada, maka sebenarnya perlu dipertanyakan niat pengelola negeri ini, kapan akan meninggalkan ketergantungan terhadap orang asing baik dari tekonologi maupun metodologi ?
Kalau terus begini, maka pencetakan tenaga pfrofeional perlu ditingkatkan kalau tidak boleh dibilang gagal. Di saat ini, yang paling mungkin dikejar adalah bioteknologi untuk membuat vaksin, obat dan praktisi industri dipanggil partisipasinya, dan sisanya adalah tinggal koordinasi para ahli di berbagai pusat pendidikan bio-medical di seluruh tanah air dan dilakukan dengan memberikan prasarana dan sarana yang baik,sehingga terjadi suatu industri biopharmaceutical yang andal. Kalau mau pasti pasti bisa terlaksana.
Semoga di masa depan ide- ide seperti ini tidak hilang ditumpukkan arsip birokrasi.
Salam hangat
Sudigdoad, Prof

Sabtu, 08 November 2008

Cita-Cita Perjuangan

Kemerdekaan bangsa Indonesia,pada hakekatnya cita-cita kemerdekaan adalah mencerdaskan dan meningkatkan kesejahteraan bangsa. Namun demikian pada saat ini, kesejahteraan hanya dinikmati sebagian kecil warga bangsa. dengan jargon warga miskin sebagaimana patokan negara kita sekarang, maka sebenarnya yang termasuk warga miskin itu sudah bukan lagi miskin akan tetapi sudah sangat sangat miskin. boro2 pendidkan dan kesehatan mereka ppunyai sandang dan pangan masih merupakan hal yang mewah bagi mereka.Kita semua dikibuli dengan batasan miskin tersebut, sehingga seolah -olah warga miskin hanya sedikit. Sebagai ilustrasi, maka mari kita tengok sekeliling kita, banyak anak jalanan mengemis dengan dalih apapun, putus sekolah bukan sesuatu yang aneh disekeliling kita. Alasannya TIDAK PUNYA DUIT buat sekolah . Inikah yang kita dapatkan setelah 63 tahun merdeka dari jajahan bangsa asing?
Sementara usaha mencerdaskan bangsa, boleh dikata kita semua jalan ditempat. apalagi dengan leberalisasi dan korporatisasi institusi pendidikan, maka ongkos pendidikan yang di keluarkan warga bangsa akan semakin mencekik leher. Pemerintah yang seharusnya melindungi warganya dari kebodohan baru dapat dan sudah berpuas diri dengan wajar dikdas 9 tahun. Kapan kita mampu mencetak cendikiawan yang inovatif, produktif dan kreatif sehingga membuka jalan kesejahteraan bagi sekelingnya ? Sekarang mereka sebagaian besar masih sebagai foto kopi sarjana asing dibelahan bumi maju. bukan sebagai inovator ilmu karena mereka lupa akar budayanya sendiri.
Hasil pedidikan formal hanya mencetak kerani yang mencari majikan untuk bekerja dan mencari gaji dengan harapan agar hidup lebih layak dari sebelumnya. Hal ini bukan dosa, atau sesuatu yang diharamkan. Akan tetapi, kapan kita mencapai kemandirian baik dalam bidang ekonomi, politik dan berkpepribadian INDONESIA? Mari kita simak sekeliling kita, banyak generasi muda bukan lagi menjadi Indonesia seutuhnya, baik dari perilaku, cara berpakaian, sikap dan sopan santunnya apalagi cita2 nya apakah mereka masih berpijak pada cita2 kakek moyang yang mendirikan negeri ini ?
Inikah hasil pendidikan kita / Di kota besar banyak kita lihat generasi muda yang seperti oarng amerika atau eropa, baik tingkah laku maupun gaya hidup mereka. Ini tidak salah, tetapi bandingkan dengan 50 km saja dari pusat kota, betapa menyedihkan generasi muda kita. Sekarang ini perlu perubahan model atau paradigma, dalam pendidikan yang merupakan investasi dasar suatu bangsa.Bangsa yang cerdas yang akan survive. Mari bersama berjuang membuat sistem yang arah dan tujuan akhirnya adalah pendidikan yang lebih bermutu, merata dan terjangkau bagi sebagian besar bangsa Indonesia, jangan hanya sebagian atau malah segelintir anak bangsa menikmati pendidikan yang bagus, sebagian besar masih terbelakang. Untuk itu sistem kehetan harus menjadi soko guru meningkatkan kesehatan anak bangsa, yang akan melanjutkan cita2 kemerdekaaan.
Salam
Sudigdoadi